Sabtu, 04 Juni 2011

Refleksi 10 tahun reformasi

Bambang Adhyaksa
Wakil Bendahara PBNU

Sepuluh tahun yang lalu rakyat negeri ini seperti baru saja bangun dari tidur panjang. Kelompok pemuda, mahasiswa, dan semua elemen masyarakat meneriakkan reformasi, sebuah kata sakti dan menjadi alat legitimasi demokrasi yang terkadang hampir tanpa batas. Ketika itu harapan besar bahwa Indonesia akan menjadi jauh lebih baik begitu membekas.

Tahun-tahun reformasi berjalan dengan beragam konsekuensinya. Indonesia mencoba belajar berdemokrasi dengan bermacam cara serta pengorbanannya. Itu bukanlah suatu hal yang harus disesali. Sudah satu dekade lamanya rakyat Indonesia hidup dalam iklim demokrasi, tetapi makna kata-kata reformasi yang dulu sering didengungan kiranya belum benar-benar dapat dibuktikan.


Sepuluh tahun bukan waktu yang sebentar untuk belajar banyak. Namun, bagi suatu bangsa, sepuluh tahun masih terlalu dini untuk bisa dewasa. Pascareformasi negeri ini bukannya tanpa masalah. Persoalan bangsa saat ini kian kompleks dan perlu kerja keras untuk mengatasinya. Masa-masa yang sulit kembali sedang dialami bangsa ini, mulai dari krisis kepercayaan sampai permasalahan harga pangan dan sumber energi yang semakin tinggi.



Tuntutan untuk tetap terjaganya iklim demokrasi yang bertanggung jawab di Indonesia di tengah beragam masalah yang mendera, membuat sebagian orang merasa skeptis tentang kemajuan negeri ini. Padahal, yang sebenarnya dibutuhkan Indonesia saat ini hanyalah sebuah gerakan keprihatinan nasional. Setiap penyelenggaraan negara dan masyarakat memiliki sense of belonging terhadap negara ini sehingga kepekaan sosial dapat terasah.


Sikap tidak peduli terhadap yang lain merupakan dampak buruk dari kemajuan zaman yang membuat setiap orang menjadi individualis. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat kembali membangun rasa saling pengertian, tenggang rasa, dan juga saling menghormati.


Sepertinya memang terdengar klise, tetapi sifat-sifat tersebut bisa dibilang sudah mulai hilang dalam diri masyarakat Indonesia saat ini. Kunci dari sebuah iklim yang kondusif adalah masyarakat yang saling mengerti, tenggang rasa, dan open minded.


Peran penyelenggara negara
Satu hal yang sangat terlihat tidak mengalami perubahan yang signifikan sejak reformasi digaungkan adalah sikap para penyelenggara negara. Pejabat publik yang memiliki tugas mengabdi dan memberikan pelayanan prima kepada masyarakat bisa dibilang masih belum maksimal.


Perilaku elite politik dan pejabat pemerintahan belum menunjukkan kepribadian yang profesional. Wakil masyarakat di pemerintahan mulai mengatasnamakan rakyat demi kepentingan golongan. Bahkan, di tengah beragam kesulitan, persoalan-persoalan yang seharusnya menjadi prioritas utama malah dikesampingkan.


Permintaan beragam privilege yang ditujukan kepada para penyelenggara negara dinilai sangat tidak relevan dengan situasi Indonesia saat ini. Etika politik terkadang seperti tidak dewasa dan beragam sisipan kepentingan di setiap agenda rapat, bahkan seperti sudah menjadi kebiasaan para pelaku politik di Tanah Air.


Perilaku tidak profesional yang dilakukan para penyelenggara negara menghasilkan beragam kebijakan yang tidak tepat. Hal itu berdampak langsung kepada masyarakat golongan terbawah yang membuat mereka semakin menderita.


Perilaku seperti itulah yang menyebabkan banyak terjadinya konflik masyarakat yang mengarah kepada disintegrasi bangsa, mulai dari pertikaian antarumat beragama, sesama umat beragama, suku, antardesa, bahkan antarelite politik yang jelas-jelas memperlihatkan persaingan politik yang tidak sehat.


Semua mengedepankan kepentingan pribadi/kelompok yang mungkin mengorbankan pihak lain. Sejak dulu citra para wakil rakyat dianggap selalu negatif di mata masyarakat. Peran dan kewajiban mereka memperjuangkan aspirasi masyarakat tidak lagi dominan.


Citra buruk yang melekat pada wakil rakyat ketika zaman Orde Baru saat ini memang berubah. Namun, perubahan tersebut bukan kepada suatu hal yang lebih baik. Hanya bentuknya yang berubah. Ketika dulu wakil rakyat enggan dan takut bersuara, sekarang setiap wakil rakyat akan berusaha menyuarakan kepentingan pribadi/kelompoknya masing-masing.


Berbagai penangkapan atas dugaan pidana korupsi terhadap pejabat publik, baik di legislatif maupun eksekutif mencerminkan rendahnya tanggung jawab dan kesadaran nasional. Dengan mengambil keuntungan di antara celah-celah kebijakan yang seharusnya hanya untuk kepentingan negara, hal itu juga mencerminkan rendahnya kualitas pengabdian, harga diri, dan profesionalisme.


Dalam situasi Indonesia yang sulit seperti ini, seharusnya kepercayaan jabatan yang dipegang merupakan beban berat yang harus diemban dengan penuh tanggung jawab. Bukan menjadi ajang oportunis serta trial and error.


Reformasi di segala bidang Reformasi yang dapat berarti perubahan sebuah sistem atau pembentukan kembali merupakan suatu hal yang tidak dapat dengan mudah dilakukan. Apalagi jika konteks reformasi yang dibicarakan meliputi semua bidang. Memang hal itulah yang seharusnya dilakukan, reformasi total, baik itu sistemnya yang berubah ataupun profil sumber daya manusianya.


Nilai pribadi pejabat negara harus dapat dibentuk ulang berikut beragam konsekuensinya dengan meletakkan kesalehan hati di atas egoisme dan arogansi pribadi. Dalam usia reformasi yang sudah genap 10 tahun, seharusnya sudah mulai terbentuk pribadi-pribadi baru yang lebih baik, bukan lagi berkutat pada masa transisi menjadi negara demokratis.


Slogan-slogan politik yang mendengungkan pemberdayaan masyarakat dan janji-janji kebijakan prokemiskinan seharusnya bisa benar-benar dapat diaplikasikan. Setiap pelaku pemerintahan yang memiliki kewenangan sebagai penentu kebijakan seharusnya bisa bekerja secara ikhlas dan tulus.


Kesempatan dan kepercayaan yang diberikan kepada diri sebagai pejabat publik seharusnya dijadikan momen untuk mengukir catatan diri dengan tinta emas, melalui kerja yang profesional, jujur, dan ikhlas demi masa depan masyarakat dan negara. Pada masa penuh tantangan seperti saat ini, seharusnya pejabat dan semua elemen di dalamnya memiliki konsekuensi untuk berperilaku hidup sederhana dan prihatin. Negeri ini memerlukan orang-orang yang dapat dengan tulus berjuang demi kemajuan bangsa, bukan yang memanfaatkan keadaan untuk kepentingan lain.


Momen kebangkitan nasional Pada 20 Mei tahun ini menjadi hari penting, tepat 100 tahun kebangkitan nasional ditandai pada bulan ini. Mei sepuluh tahun yang lalu juga merupakan titik balik kebangkitan negeri ini dari tidur panjang Orde Baru.


Oleh karena itu ada baiknya pada momen yang penting ini seluruh elemen masyarakat kembali menyadari pentingnya menjaga kemurnian reformasi yang dulu begitu sering diteriakkan. Negeri yang besar ini tidak dibangun dalam sepuluh tahun atau bahkan selama 63 tahun, tetapi jauh ratusan tahun yang lalu para pendahulu kita telah bekerja dan berjuang meletakkan dasar-dasar kenegaraan yang baik.


Negeri ini harus dibangun dengan semangat kerja keras dan kesetiaan. Jika kita hanya terus berkutat untuk mencapai kepentingan diri sendiri dan kelompok, berarti telah berkhianat terhadap para pendahulu negeri ini. Betapa besar perjuangan yang sudah mereka lakukan sehingga menjadi kewajiban serta tanggung jawab kitalah sebagai generasi penerus untuk melanjutkan cita-cita pendahulu kita melalui perjuangan panjang membangun negeri ini.

Ikhtisar
- Reformasi belum menunjukkan perkembangan yang signifikan.
- Perlu pelaku-pelaku pemerintahan yang benar-benar dewasa dan profesional dalam menyelenggarakan negara


sumber

0 komentar:

Dí lo que piensas...